Petaka Gratisan

Assalamualaikum, semuaaaa..

Kali ini saya kembali lagi dengan judul yang sangat fenomenal, PETAKA GRATISAN. Hmm.. baik, akan saya mulai ceritanya. Jadi begini.....

Di siang hari yang cerah tanpa awan, kami sedang duduk-duduk di depan kelas dengan tangan yang sibuk mengipas. Bayangkan saja, jam sudah menunjukkan pukul 3 kurang dan perut kami keroncongan tak karuan namun sayang tak bisa terisi karena dompet sedang tipis. Cuaca panas makin membuat kami kegerahan tak ketulungan.

Saya sempat tergoda untuk memakai uang simpanan di dompet saya buat jajan, namun saya segera mengurungkan niat itu, bukannya saya nggak mau, UANGNYA NGGAK CUKUP. Yah, saya itu pelit sama yang namanya uang, kalau makanan atau barang sih ambil aja, saya ikhlas kok, yah walaupun dibelinya pake uang juga sih, tapi kan tetap aja bentuknya nggak kayak uang! Jadi saya relain. Maklum anak sekolahan harus rajin-rajin nabung buat masa depan yang nggak mendung.

Saya nengok ke temen-temen saya, berharap masih ada seonggok teman yang rela menyedekahkan sebagian rezekinya buat kami. Namun harapan itu pupus begitu menyadari mereka sama hematnya dengan saya. Jadilah kami sama-sama menahan ilmu. 

Tiba-tiba saja terlintas sebuah ide di kepala saya yang sedang nyut-nyutan. Kebetulan semalam saya mendapat info bahwa hari ini ada acara makan gratis di salah satu rumah makan di kota kami. Awalnya sih, saya nggak percaya, hari gini mana ada sih yang gratis? Pipis yang cuma ngabisin air segayung aja dihargain 2 ribu rupiah. Sungguh TERLALU. Tapi sepertinya di zaman yang serba berbayar ini, masih ada satu insan yang rela berbagi kepada para fakir siswa seperti kami. Dialah sang pahlawan tanpa tanda jasa, namanya nggak perlu disebutin biar nggak riya wkwk, tapi buat anda saya mengucapkan banyak terima kasih dari lubuk hati saya yang terdalam. Tenang saja, hati saya sedalam palung kok.

Saya pun langsung mengumumkan ide fantastis itu dan disambut dengan seruan gembira dan tangis haru oleh mereka. Sungguh, setelah kesulitan itu ada kemudahan. Langusng saja kami bergerak bak pahlawan siap tempur. Dengan modal helm pinjaman dan saling bonceng-membonceng, kami pun meluncur dengan semangat 45 ke rumah makan yang katanya memberikan pelayanan gratis khusus untuk hari ini. 

Begitu sampai, kami saling lirik-melirik. Walaupun kami itu orang yang katanya nggak punya urat malu, tapi tetap saja rasa malu itu masih ada. Untuk beberapa saat kita masih berdiri di depan rumah makan tersebut, ini nih yang namanya malu-malu tapi mau. Gimana nggak malu, waktu kami sampai, orang-orang pada nengok dan mandangin kami dengan seragam sekolah yang masih melekat. Semoga kami nggak malu-maluin nama sekolah wkwk. 

Tapi dengan bermodal nekat dan dorongan lapar yang tak tertahankan lagi, kami pun melangkahkan kaki masuk ke rumah makan tersebut. Begitu kami disambut oleh mbak-mbaknya, temen saya yang masih nggak yakin narik si mbak dan ngebisikin dia "Mbak, ini beneran gratis, kan?" Si mbak cuma ketawa terus ngangguk. Mata kami jelalatan dan tak kuasa menahan iler begitu melihat daftar menu yang sangat menggugah selera. Namun semua kesenangan itu dihancurkan begitu si mbak bilang "Jadi es telernya berapa?" 

Temen saya yang shock berat langsung nyaut "Yang ada tinggal es teler, Mbak?" Si mbaknya ngangguk. Pupus sudah harapan kami. Tapi alhamdulillah dari pada nggak dapet apa-apa, kapan lagi makan es teler gratis. Jadilah kami duduk di salah satu meja dan nunggu si es teler tiba.

Waktu si es teler mendarat dengan mulus di hadapan kami, kami langsung menyerbunya dengan membabi buta. Alhasil gelas kami kosong dalam kurun waktu yang sangat singkat. Temen saya yang masih nggak puas dan kepengen nambah, apalagi pas ngeliat si mbak lagi duduk-duduk sambil nikmatin es buah. Temen saya mulai mengkode berharap si mbak peka kalau kami masih lapar dan butuh tambahan nutrisi. 

Tapi harapan tinggal harapan, si mbaknya kayak cowok, nggak peka. Setelah capek mengkode, kami pun memutuskan untuk pulang dan berterima kasih atas pelayanan gratisnya. Dari sana, kami kembali ke sekolah dengan formasi boncengan yang sama. Namun saat di lampu merah, motor teman saya yang di depan tiba-tiba berhenti dan motor yang saya tebengi nggak sempat nge-rem, alhasil kami jatuh ke kanan dengan posisi yang nggak banget. Untung saja nggak ada luka serius, hanya sedikit nyeri pada bagian lutut. Karena saya refleks lompat sebelum jatuh jadi saya baik-baik saja tapi temen saya yang membonceng lututnya luka, untung aja nggak parah. 

Jadi yah, gitu, gara-gara makan gratis, kami dapat celaka. Pesan moral yang bisa dipetik adalah: "Kalau mau pergi makan, jangan naik motor, tapi naik mobil."




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pidato : Gaya Hidup dan Pergaulan Remaja Masa Kini

Puisi : Generasi Muda

Puisi : Munajat Cinta