Puisi: Bilakah Rindu, Puan?
BILAKAH RINDU, PUAN?
Nadia Nur Afifa, 2019
Malam menyapa dengan pesonanya yang merekah
Hujan tak mau kalah,
berdesakkan mencumbu bentala yang mendesah
Deru nafas yang terengah-engah,
tarikan satu-satu sebab lari dari masa lalu yang membuat jengah
Wajahku menengadah, menyelami cakrawala dengan mata basah
Menerawang rasi jejak romansa yang tinggal setengah
Dengan tangan terulur patah-patah
Ah, Tuan
Rinduku bersemayam lelap dalam buaian
Terkadang ia menggeliat pelan-pelan,
kala ingatan turut mengambil peran
Pun memori lawas yang menawan turut menjadi kawan
Menyeretku tenggelam dalam kenangan yang menghitam
Seiring bergulirnya masa yang melalaikan hayat dalam pencapaian
Ibarat bahtera yang berlayar di segara lepas
Sanubari teriring memikul nestapa yang mengebas
Gulana akan rasa yang mulai pias
Terombang-ambing dalam ombak yang memanas,
berhulukan netra dengan ampas
Ayal mengalir satu-satu tanpa batas
Deras
Deras
Deras
Terhempas tak berbelas
Gaung bertanya tanpa balasan,
adakah masa dimana rindu dihampiri penawarnya?
Ataukah ia harus berkelana sendiri untuk menemukannya?
Terseok menjelajahi rimba lara dalam kehampaan
Sedang raga sudah lama menyerah,
mestikah ia acuh membiarkan?
Putus asa dan tenggelam dalam air matanya sendiri
Jemu terisak dalam pedih
Hujan mendekapnya sedih
Sedikit-sedikit merintih
Sesekali mengucap lirih
Perih
Perih
Perih
Sedikit lagi,
Pulih
Gowa, 2019
Komentar
Posting Komentar